Jumat, 25 Juni 2010
Bukit Kapur Padalarang Lebih Baik Dijadikan Landmark
Bandung tidak hanya eksotis dengan daerah berbukit-bukit dengan latar belakang Gunung Tangkuban Perahu. Di bagian barat tepatnya daerah Padalarang membentang perbukitan kapur (karst) yang unik dan cantik.
"Karst tertua di Jawa ada di Padalarang. Sebenarnya di Gamping, Sleman lebih tua namun sudah tak bersisa," ujar Dr Eko Yulianto, peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dalam Workshop Geosains untuk Wartawan di Lembang, Bandung, 5-6 Desember 2008. Selain itu kawasan karst di Bandung memiliki morfologi yang unik seperti Karang Penganten.
Salah satu karst yang terkenal berada di Citatah yang biasa dipakai para pehobi panjat tebing. Bahkan di salah satu bukit karst Pasir Pawon terdapat Gua Pawon yang merupakan situs arkeologi prasejarah berisi peninggalan tulang manusia paling tua di Jawa Barat. Pada penggalian tahun 2003 ditemukan kerangka lengkap manusia berusia 9500 tahun.
"Karst tersebut harus dilindungi karena punya nilai arkeologi dan punya nilai keindahan," lanjut Eko. Sayang kondisi karst tersebut mulai rusak terancam penambangan kapur yang dilakukan secara ilegal. Bukit kapur makin lama makin berkurang digerus penambang.
Eko mengatakan saat ini ada tujuh perusahaan yang berebut menambang kapur. Padahal seharusnya daerah itu hanya disewakan tidak boleh ditambang. Tidak pernah ada izin penambangan batu kapur di kawasan tersebut sehingga tindakan itu termasuk ilegal.
Menurut Eko keindahan bentang karst semestinya dapat menjadi landmark dan daya tarik Kota Bandung. Bukti karst telah menjadi daya tarik Sawahlunto, Sumatera Barat juga Ipoh, Malaysia. Kawasan sekitarnya juga berpotensi menarik wisatawan sebagai objek wisata karena pemadangan yang indah. Apalagi terdapat mata air yang merupakan resapan air sehingga harus dilindungi.
"Dari penambangan kapur hanya menghasilkan PAD (pendapatan asli daerah) sekitar Rp300 juta meski diperkirakan miliaran rupiah dinikmati pengusaha," ujar Eko. Dengan menjadikannya objek wisata potensi pendapatan yang diperoleh mungkin lebih besar dan menyejahterakan masyarakat.
Sebab dengan cara eksploitasi akan habis suatu ketika dan hanya dinikmati segelintir orang. Sementara dengan pendekatan konservasi bisa terus memberikan alternatif baru mata pencaharian masyarakat.
"Jangan sampai terulang lagi seperti di Gamping," kata Eko. Karena dikeruk habis-habisan, bukit kapur di sana hilang. Tinggal disisakan batu 5x5 meter dengan tinggi sekitar 10 meter yang dianggap sebagai petilasan Sultan Hamengku Buwono I di Ambarketawang, Sleman.(WAH)
WAH
Sumber :
http://m.kompas.com/xl/read/data/2008.12.07.05134698
7 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar