Jumat, 25 Juni 2010

Pekerjaan Berat Kab. Bandung Barat

SELAMA tiga tahun terakhir ini, Kabupaten Bandung Barat masih dalam tahap pembenahan. Perubahan situasi pemekaran terhadap masyarakat secara langsung dirasakan tidak begitu signifikan. Pembangunan infrastruktur yang diharapkan akan ada perbaikan dan pengaruh terhadap aspek kehidupan lainnya, tampakrrya sama saja kondisinya sebelum Kab. Bandung Barat berpisah dari kabupaten induk.



Tahun 2009 hampir menutup buku. Bagi masyarakat di wilayah selatan Kab. Bandung Barat infrastruktur masih jadi permasalahan. Akses jalan tanpa aspal belum dinikmati masyarakat di sana, sebagaimana diakui salah seorang tokoh Kec Rongga, Cep Neo (50). Hal itu menimbulkan pertanyaan, apakah ada keseriusan birokrat untuk mengembangkan wilayah atau hanya karena masalah anggaran yang terbatas.

Melihat perkembangan wilayah pemekaran Kab. Bandung Barat selama ini, pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Dr. Dede Mariana mengingatkan, dalam tempo tiga tahun ini seharusnya Kab. Bandung Barat sudah mulai mandiri. Jikalau ada penilaian wilayah pemekaran dinilai tidak mampu berkembang, ancaman dikembalikan ke kabu-
paten induk bisa saja dialami Kab. Bandung Barat sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah.

Sejauh ini, menurut dia, kriteria kegagalan suatu pemekaran di antaranya tidak terjadi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), kesejahteraan masyarakat menurun, dan tidak ada peningkatan indeks pretasi manusia (IPM). Poin-poin evaluasi pemekaran dilakukan Departemen Dalam Negeri.

Dede menilai, pembangunan yang dilakukan eksekutif dan legislatif di Kab. Bandung Barat terlihat belum jelas skala prioritasnya. Masih banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Misalnya, pusat dan sarana pemerintahan, pelayanan publik, pengalihan aset, dan tata ruang. DPRD dan bupati semestinya saung memotivasi dan mau belajar.

KEPALA Badan Perencanaan dan pembangunan Daerah (Bappeda) Kab. Bandung Barat, Bambang Subagio mengakui, selama 2009 masih banyak pekerjaan rumah bagi pemkab untuk membenahi diri demi kenyamanan dan kesejahteraan masyarakat. Malah hingga akhir triwulan IH realisasi pembangunan fisik untuk publik rata-rata baru sekitar 75 persen. Sementara realisasi keuangan seperti lelang dan program-program SOPD bervariasi di kisaran 85 persen. Meski begitu. Bambang percaya pada akhir tahun target 100 persen bisa tercapai.

Menurut dia, kendala terbesar dalam pembangunan fisik adalah aspek teknis lapangan semisal pengadaan barang. Sementara siklus implementasi perencanaan dikatakan agak sulit untuk diubah atau dipercepat pelaksanaannya. Lagi pula, realisasi pembangunan selama tahun ini sempat terganjal oleh masa transisi pergantian anggota dewan. Oleh karena itu, banyak pengesahan dokumen yang ditunda.

Bambang menuturkan, jika pelayanan kepada masyarakat dianalogikan dengan batasan anggaran. Pemkab Bandung Barat jelas tidak mampu memberikannya. Beruntung, dukungan swasta cukup mendominasi dalam tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Tercatat Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kab. Bandung Barat tahun ini yang didasarkan pada harga yang berlaku mencapai Rpi2 triliun, jika berdasarkan harga konstan didapat sebesar Rp 6-7 triliun. "Itu yang tercatat. Belum ditambah yang tidak dilaporkan. Bandingkan dengan APBD yang hanya Rp 850 miliar," kata Bambang.

Sementara PAD yang diterima hingga tahun ini mencapai kurang dari Rp 38 miliar dan ditargetkan tahun depan mencapai Rp 40 miliar. Selisih yang cukup besar ini membuktikan bahwa pelayanan tidak setara dengan anggaran yang dialokasikan. Membangun mitra dengan swasta juga bisa memberikan pelayanan kesejahteraan bagi masyarakat.

Bambang j uga mengungkapkan problem yang masih harus dipecahkan pemkab antara lain persoalan kesehatan penduduk miskin. Jika dilihat dari beberapa sudut pandang, persoalan ini menjadi dilematis dan memerlukan regulasi dan sistem untuk menjadikannya bermanfaat dan tepat sasaran.

Terkait aset. Bupati Bandung Barat Abubakar menghendaki percepatan penyerahan aset dari kabupaten induk. Jika sampai Kab. Bandung Barat berulang tahun yang ke-3 pada 2 Januari 2010, aset belum juga diserahkan, dikhawatirkan akan melanggar UU No. 12/2007 Tentang Pemekaran Kab. Bandung Barat, yang menyebutkan penyerahan aset maksimal dalam tiga tahun. Itu berarti sejak berdirinya Kab. Bandung Barat pada 2007, penyerahan aset tidak boleh melewati 2 Januari 2010.

Abu mengungkapkan, di tingkat eksekutif kabupaten induk masalah ini sudah selesai. Tinggal menunggu persetujuan dewan karena harus melakukan penghapusan aset daerah sehingga prosesnya memakan waktu tidak sebentar. Beberapa aset Kab. Bandung Barat seperti gedung, perkantoran, hingga rumah sakit belum jelas status kepemilikannya. "Secara de facto milik kami, tetapi diperlukan juga pengakuan secara de jure. Terlebih perihal status dan kepentingan administrasi Jainpya agar jelasdan pasti,-"1 kata Abu.

Pemkab akan segera melayangkan surat terkait persoalan ini kepada DPRD Kab. Bandung. Targetnya, surat harus sudah terkirim sebelum Kab. Bandung Barat berusia tiga tahun. Jika cara ini belum juga berhasil, ia berinisiatif melibatkan Pemprov Jabar untuk menyelesaikan masalah aset Kab. Bandung Barat

Tak hanya aset, Pemkab Bandung Barat juga masih memiliki hak dalam penyertaan modal dan profit sharing dari Kabupaten Bandung. Menurut Abu, kabupaten induk masih belum membagi penyertaan modal yang disebutkan berada di Bank Jabar-Banten. Meski tidak menyebutkan angka spesifik yang menjadi hak warga Kab. Bandung Barat, ia berharap penyertaan modal ini bisa segera dialihkan. (Eva Fahas/Novianti NuruIliahrPR")*"

Sumber :
Pikiran Rakyat, dalam :
http://bataviase.co.id/detailberita-10402215.html
14 Desember 2009



Tidak ada komentar:

Posting Komentar