Jumat, 25 Juni 2010
Keindahan "Niagara" di Bandung Barat
Siapa yang tidak mengenal Niagara? Sebuah air terjun berparas elok yang mempesona terletak di garis perbatasan internasional antara negara bagian Amerika Serikat New York dengan provinsi Kanada Ontario.
Niagara adalah nama kelompok dari tiga air terjun, yaitu air terjun Horseshoe (terkadang disebut sebagai air terjun Kanada), air terjun Amerika, dan yang lebih kecil yakni air terjun Bridal Veil yang dipisahkn oleh Luna Island dari air terjun utama. (www.wikipedia.com)
Derasnya air yang mengalir akan segera menghipnotis melalui sang gemuruh. Sejenak raga seolah terhanyut bersama dengan air-air yang berjatuhan.Indah tiada terperi.
Apa daya, untuk mencapai air terjun Niagara dari Kota Bandung kita tercinta, berapa jarak yang harus ditempuh? berapa biaya yang harus kita keluarkan? Apa daya, tangan pun tak sampai untuk menikmati air terjun yang memiliki tinggi 51 meter tersebut.
Tapi jangan sampai kita hanya terpaut dengan keindahan Niagara lewat layar komputer saja.Hal itu dikarenakan, siapa sangka Bandung Barat juga memiliki "Niagara". Jangan sebut dengan air terjun Niagara,tapi mari kita sebut dengan Curug Malela.
Curug Malela adalah sebuah air terjun yang terletak di di Kampung Manglid, Desa Cicadas, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat, berbatasan dengan Kabupaten Cianjur di barat laut Bandung.Curug yang memberikan pesona keindahan yang tidak kalah dengan Niagara yang jauh di negeri Paman Sam.Tumpahan air dari Sungai Cicurug ini dikawal oleh batuan-batuan gagah disekelilingnya bak seoran putri.
Berdasarkan peta topografi, sungai yang jatuh sebagai Curug Malela setinggi lebih kurang 50 m dan lebar mencapai 70 m, adalah Cicurug. Toponimi sungai yang sesuai dengan sifat sungai ini yang banyak mempunyai air terjun. Hulu sungai berasal dari lereng utara Gunung Kendeng dengan bekas kaldera raksasanya yang berdiameter hampir 15 km. Dari gunung api yang terletak di sebelah barat Ciwidey yang telah mati ini mengalir jaringan Sungai Cidadap. Cidadap mengalir ke arah barat laut melalui Kecamatan Gununghalu menggerus rangkaian batuan keras yang umumnya berciri produk letusan gunung api tua.
Aliran Cidadap setelah melewati utara Bunijaya, kemudian mengalir dengan pola rektangular, yaitu suatu pola aliran sungai yang berbelok-belok secara tajam, bahkan tegak lurus. Alirannya ke arah barat yang kemudian bernama Cicurug mulai memasuki relief sangat terjal di suatu dataran tinggi yang dulu dinamakan Plateau Rongga. Suatu keniscayaan bagi sungai yang mengalir di atas plateau untuk kemudian pola alirannya terganggu oleh air terjun yang bertingkat-tingkat. Itulah yang terjadi pada aliran Cicurug. (http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=56)
Untuk menikmatinya keindahannya tidaklah mudah, walaupun untuk mencapainya kita tidak perlu membayar tiket masuk selayaknya sebuah tempat wisata. Ibarat mendekati seorang Perawan, perlu sebuah pengorbanan besar hingga sang perawan pun bisa jatuh kedalam pelukan. Untuk mencapai Curug Malela kita harus melewati sebuah medan yang cukup menantang.
Mengapa harus diibaratkan seperti perawan? Karena, Menurut Kamus Bahasa Indonesia, perawan adalah gadis yang masih murni. Dengan menyuguhkan medan menantang, maka Curug Malela masih belum terjamah oleh peradaban seperti yang terjadi di curug-curug lainnya.
Desa Cicadas adalah salah satu desa penghubung kita dengan Curug Malela. Apabila kita menggunakan kendaraan biasa, mungkin disinilah tempat kita berpisah dengan si kendaraan untuk sementara, disebuah lapangan sekolah dasar. Apabila kendaraan yang kita gunakan adalah kendaraan yang cocok dengan medan-medan menantang, maka si kendaraan bisa diajak hingga ke perkebunan.
Menuju ke Desa Cidadas, kita harus menghabiskan 5-6 jam perjalanan. Seperti jalan-jalan yang ada di Bandung, sepanjang perjalanan kita akan dihadapkan oleh lubang-lubang perusak kendaraan bahkan bisa saja menimbulkan kecelakaan. Untuk mengantisipasi jangan menggunakan kendaraan yang rendah, Untuk pengguna motor, alangkah lebih baik lagi jangan menggunakan motor jenis matic.sebisa mungkin lewati jalan yang berlubang.
Anggaplah Desa Cicadas sebagai tempat start kita memulai petualangan menuju Curug Malela. Untuk mencapai Curug, kita harus berjalan kaki selama kurang lebih 1,5 jam. Medan pertama yang akan kita temui adalah tanjakan yang terbuat dari jalan berbatu. Jalan berbatu tersebut dipagari oleh pemandangan alam Kabupaten Bandung Barat yang sangat asri dan dibalut oleh udara segar.
Sekitar setengah jam kemudian dari kejauhan kita akan melihat segerombolan air jatuh, dialah si Curug Malela. Jangan dulu menarik nafas lega, karena disinilah kita akan dihadapkan dengan perjalanan yang lumayan menantang.Medan batu telah berubah menjadi tanah. Apabila tanah berada dalam keadaan basah akan dipastikan bahwa medan pun akan menjadi sangat licin. ( Untuk mengantisipasi kelicinan medan yang akan dilalui, pastikan kita memakai alas kaki yang tidak licin seperti sendal gunung atau sepatu. JANGAN sekali-kali memakai alas kaki yang berbahan karet, karena sangat tidak bersahabat dengan medan yang ada. Kalau bisa, jangan datang ketika musim hujan).
Beberapa turunan dan tanjakan harus kita lewati dengan sangat hati-hati. Apabila ceroboh, tidak menutup kemungkinan kaki kita akan masuk kedalam lumpur. Sekumpulan pohon pinus pun berubah menjadi lautan padi. Sambil bejalan-jalan di pematang sawah, jangan lewatkan untuk mengabadikan momen indahnya alam Kabupaten Bandung Barat ini dengan kamera. Dari pematang sawah ini, kita dapat lebih jelas melihat keberadaan Curug Malela. Tanjakan demi tanjakan, turunan demi turunan, tak terlewati aliran sungai yang harus kita lewati dengan menggunakan tiga batang bambu. Ketika medan yang kita lewati semakin menurun, suara gemuruh air pun semakin jelas, itulah tandanya bahwa "Sang Perawan"sudah dekat.
Ketika kaki melangkah di pijakan terakhir, sebuah batu lapang menyambut kita seolah-olah batu tersebut adalah sebuah lobby dari Curug Malela. Kecantikan "sang perawan" segera bisa kita nikmati. Kelelahan dari perjalanan pun terbayar dengan sendirinya. Jangan lupa untuk memperhatikan arus air "sang perawan". Air sungai yang jatuh dari ketinggian 50 meter pun, cukup membuat arus Malela sangat deras. Untuk mengantisipasi arus deras, disarankan agar tidak bermain air terlalu dekat dengan curug. Selain itu, derasnya air akan membuat baju basah secara tidak langsung. Oleh karena itu, jangan lupa membawa baju ganti untuk pulang nanti.
Tidak terjamah oleh peradaban bukan berarti tidak terjamah oleh wisatawan. Sebagian dari mereka tidak bertanggung jawab dan tidak menggunakan akal dan pikirannya, sehingga alam yang hijau dan asri yang mengawal Malela pun menjadi kotor. Keindahan Curug Malela, tidak sebanding dengan kebersihannya. Entah siapa dia yang tidak bertanggungjawab, meninggalkan barang bawaannya yang berbentuk sampah untuk "sang perawan". Mengapa itu harus terjadi untuk sebuah potensi alam yang menjajikan?
Malela oh,, Malela,,
PS: Untuk menjaga kelestarian Curug Malela, apabila ingin mengunjunginya bawalah kantong plastik yang khusus dijadikan untuk tempat sampah. Sehingga sampah yang kita hasilkan bisa kita bawa kembali dan dibuang di tempat yang semustinya).
Sumber :
MelissaTuanakotta
http://www.mahanagari.com/index.php?option=com_content&view=article&id=259:keindahan-qniagaraq-di-bandung-barat&catid=26:catatan-perjalanan&Itemid=93
24 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar